MENU

12/21/10

SEMPURNANYA ISLAM YANG TAK MEMERLUKAN SYARIAT TAMBAHAN

oleh Waziz Zain pada 28 Mei 2010 jam 23:28
disalin dari
darrussalaf.or.id
untuk ;KEBENARAN

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”(Ali ‘Imran 102).
Dan:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(An Nisa` 1).
Dan:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan kamu dana mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Dan:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan kamu dana mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”(Al Ahzab 70-71).
Amma ba’du:
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitab Allah. Dan sebaik-baik tuntunan (petunjuk) adalah tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.
Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Dan semua yang diada-adakan adalah bid’ah. Dan bid’ah itu adalah sesat. Dan kesesatan itu di neraka.

Sesungguhnya, di antara kenikmatan yang Allah limpahkan kepada ummat ini adalah menyempurnakan agama yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, di mana mereka mengembalikan semua permasalahan agama yang mereka hadapi ini kepada Kitab Allah (Al Quran) dan As Sunnah yang shahih.

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan: Kenikmatan yang hakiki adalah kenikmatan yang mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan abadi. Nikmat tersebut adalah Islam dan As Sunnah. Inilah kenikmatan yang diperintahkan oleh Allah kepada kita untuk senantiasa mengharapkannya dalam setiap shalat yang kita tegakkan, yaitu agar Dia memberi hidayah (petunjuk) kepada kita jalan orang-orang yang telah memperoleh kenikmatan hakiki tersebut, orang-orang yang Allah istimewakan dengan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang berada di derjat yang tertinggi.

Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka bersama orang-orang yang telah Allah diberi kenikmatan, yaitu para Nabi, shiddiqin, syuhada` (mereka yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh). Dan mereka itulah teman yang sebaik- baiknya.”(An Nisa` 69). (Ijtima’ Al Juyusy 5).

Abul ‘Aliyah rahimahullah mengatakan:”Saya telah membaca ayat-ayat muhkam sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sekitar sepuluh tahun. Tenyata Allah telah menganugerahkan kepadaku dua kenikmatan yang saya tidak tahu mana yang lebih utama, yaitu Allah memberiku hidayah untuk menerima Islam dan tidak menjadikan aku seorang Haruri (Khawarij).”(Diriwayatkan ‘Abdurrazaq, Ibnu Sa’d dan Al Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad :230 dengan lafadz yang berbeda, lihat mukaddimah Madarikun Nazhar Syaikh Ar Ramadlani hal 21).

Allah Ta’ala tidak hanya menyempurnakan agama ini dari segi ilmu tapi juga pengamalan. Karena sebagaimana tidak pernah hilangnya masa di mana Allah menegakkan hujjah terhadap para hamba-Nya, maka tidak pernah hilang pula masa di mana tetap eksisnya satu kelompok orang-orang mu`min yang mengamalkan ajaran agama ini.

Humaid bin ‘Abdirrahman mengatakan:”Saya pernah mendengar Mu’awiyah berkhutbah, katanya:”Saya pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang Allah kehendaki dengannya kebaikan, niscaya Allah jadikan dia fakih terhadap agamanya. Saya hanya membagi dan Allah yang memberi. Akan senantiasa dari ummat ini ada kelompok yang tegak di atas perintah Allah, tidak merugikan mereka orang-orang yang meremehkan mereka ataupun yang menyelisihi mereka sampai datang keputusan Allah, dan mereka tetap dalam keadaan demikian.”(HSR. Bukhari-Muslim).

Di hari-hari belakangan ini, kaum muslimin kembali menghadapi ujian dengan merebaknya metode (manhaj) baru yang mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, sunnah dengan bid’ah dan yang ma’ruf dengan yang munkar. Dan tidak jarang dibumbui dengan kesyirikan lalu menjadi ajaran agama yang digunakan dalam beribadah kepada Allah. Celakanya lagi, mereka menganggap diri mereka benar.

Keadaan mereka tidak lain seperti yang Allah terangkan dalam firman-Nya
“Katakanlah:”Maukah kamu, kami terangkan tentang orang-orang yang paling merugi amalannya, sia-sia usaha mereka di dunia, dalam keadaan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103).

Dan firman Allah Ta’ala:
‘Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar lidah-lidah mereka membaca Al Kitab agar kamu menyangka itu adalah Al Kitab, padahal bukan Al Kitab. Mereka mengatakan ini dari sisi Allah, padahal bukan dari sisi Allah. Mereka mengatakan sesuatu tentang Allah tanpa ilmu.”(Ali ‘Imran 78).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Bazzar dari ‘Umar bin Al Khaththab, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya yang paling aku khawtirkan menimpa ummatku adalah setiap orang munafik yang pandai bicara.”(hadits ini pada awalnya dihasankan oleh syeikhuna Muqbil rahimahullah Ta’ala dalah “Al-jami’ as-shohih,namun beliau kemudian merojihkan bahwa ini adalah perkataan Umar bin Khattab, bukan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana yang dikuatkan oleh Daruquthni,lihat: Ahadits mu’allah karangan syaikhuna Muqbil: 330-331).

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Ath Thabrani dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam:
“Menjelang hari kiamat ada tahun-tahun yang menipu. Seorang yang amanah menjadi orang yang dicurigai, sementara orang yang dicurigai dipercaya. Pada masa itu para ruwaibidlah angkat bicara. Beliau ditanya:”Apa ruwaibidlah itu, wahai Rasulullah?”Beliau mengatakan:”Orang yang bodoh berbicara tentang permasalahan umum.”(Disahihkan Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullahu sebagaimana dalam Shahihul Musnad).
Akan tetapi walhamdulillah, tidak ada satu kesesatan atau penyimpangan yang muncul melainkan bangkitlah ulama Ahlus Sunnah membela agama ini, membeberkan kesesatan orang-orang yang membuat kerancuan dan mengotori dakwah yang haq yang telah diajarkan serta dijalankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan para sahabatnya ini.

Termasuk mereka yang mengotori adalah kaum sufi yang banyak mengada-adakan bid’ah yang sama sekali tidak pernah Allah turunkan satu keteranganpun tentangnya. Mereka datang dengan syari’at baru dan berbagai tatacara ibadah yang bersumber dari hawa nafsu mereka dalam keadaan menyangka bahwa amalan ini akan mendekatkan mereka kepada Allah Jalla Jalaluhu. Mulailah mereka mengajak manusia hingga akhirnya sebagian besar kaum muslimin mengikuti (taklid) kepada apa yang mereka kerjakan. Dan tatkala bid’ah dan penyimpangan ini disambut dan diamalkan oleh manusia (mayoritasnya), orang yang jahil akan mengatakan,”Kalau perbuatan ini munkar, mengapa banyak yang mengerjakannya?”
Tentu saja alasan ini sangat tidak logis. Suatu kebenaran tidak dapat dinilai dari banyak sedikitnya orang yang mengamalkannya. Rujukan kita untuk mengenal al haq (kebenaran) adalah Kitabullah (Al Quran) dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘a

1 comment: