Masih seputar kekeliruan di dalam memaknai La ilaha Illallah. Sebagian orang memaknai La ilaha Illallah dengan makna, “Tidak ada dzat yang mencipta alam semesta ini selain Allah”.
Lho, dari sisi mana pernyataan ini keliru? Bukankah benar bahwa memang tidak ada pencipta selain Allah? Bukankah penciptaan adalah sifat khusus yang hanya dimiliki oleh Allah Ta’ala?
Benar. Pernyataan itu sendiri pada dasarnya adalah pernyataan yang benar. Memang, tidak ada dzat yang mencipta alam semesta ini kecuali Allah saja. Tidak ada yang salah dari pernyataan ini. Akan tetapi, ketika pernyataan ini diklaim sebagai makna dari kalimat “La ilaha Illallah”, maka disinilah perlunya ada pembahasan!
Kembali ke zaman jahiliyah, kita dapatkan bahwasanya Abu Jahal, Abu Lahab bahkan bangsa quraisy mayoritasnya -kalo tidak bisa dibilang semuanya-, bukanlah orang-orang yang hidup tanpa adanya keyakinan yang dipegang. Memang mereka bukan pemeluk agama yahudi. Bukan juga nasrani (kristen). Akan tetapi mereka mengaku sebagai pemeluk agama nabi Allah Ibrahim ‘alaihi assalam. Hanya seiringnya waktu yang sangat panjang, akhirnya banyak sekali ajaran-ajaran Ibrahim yang terlupakan bahkan tergantikan dengan beberapa ajaran yang sama sekali bukan berasal dari Nabi Ibrahim ‘alaihi assalam. Di antara ajaran yang jauh sekali penyimpangannya, ketika bangsa Arab mengambil berhala-berhala sebagai sesembahan mereka. Ini tentu saja sangat bertentangan dengan ajaran Tauhid yang dibawa oleh Ibrahim alaihi assalam.
Dengan sejarah yang demikian, maka bangsa Arab bukanlah bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka kenal Allah. Bahkan mereka beribadah kepada Allah seperti contohnya ibadah haji yang dilakukan tiap tahun. Bahkan mereka mengetahui dan berkeyakinan bahwasanya Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur alamnya.
Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan seandainya engkau bertanya kepada mereka siapakah yang telah menciptakan langit-langit dan bumi, dan siapakah yang telah menundukkan matahari dan bumi? Mereka pasti akan menjawab “Allah!” Lalu bagaimana mereka bisa berpaling?” (Al Ankabut 61)
Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit kemudian menghidupkan bumi dengan air tersebut setelah matinya? Maka mereka akan menjawab “Allah!” Katakanlah, “Alhamdulillah!” Bahkan mayoritas mereka tidak memahami.” (Al Ankabut 63)
Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang telah menciptakan mereka? Maka mereka akan menjawab “Allah!” Lalu bagaimana mereka bisa berpaling?” (Az Zukhruf 87)
Mereka sangat tahu, bahkan sangat yakin bahwasanya Allah adalah dzat yang menciptakan mereka, langit-langit dan bumi, alam semesta ini, memberi rezeki kepada mereka, mengatur alam ini.
Lalu, apa kaitannya dengan pemaknaan “La ilaha Illallah” di atas?
Kaitannya adalah kalau seandainya yang diinginkan dari kalimat “La ilaha Illallah” ini yaitu “Tidak ada pencipta selain Allah” berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah membawa ajaran yang baru, yang tidak dikenal oleh bangsa quraisy. Bahkan -kalau memang demikian- ajaran tersebut merupakan aqidah dan keyakinan bangsa quraisy pada waktu itu.
Lantas, apa yang membuat mereka sedemikian benci dan memusuhinya bahkan menyiksa dan membunuh orang-orang yang mengikuti ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Pasti ajaran dan keyakinan yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bertentangan dengan aqidah dan keyakinan bangsa quraisy pada waktu itu. Pastilah kalimat “La ilaha Illallah” yang diserukan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai makna yang sangat bertentangan dengan aqidah dan keyakinan bangsa quraisy pada waktu itu.
Kalau begitu, apa maknanya sehingga bangsa quraisy sangat menentang ajaran ini?
Kalau kita merunut kembali kepada catatan sejarah masa lalu, maka kita akan dapatkan bahwa pada waktu itu bangsa quraisy menyembah dan beribadah kepada banyak berhala. Bahkan disekitar ka’bah ada sekitar 360 berhala. Berhala-berhala yang paling terkenal adalah laatta, ‘uzza, manaat, dan hubal. Mereka menyembah berhala-berhala ini, bernadzar di hadapannya, menyembelih untuk mereka dan di hadapan mereka, bersumpah atas nama mereka, dan sangat mengagungkan mereka. Ya, mereka memang beribadah kepada Allah seperti contohnya ibadah haji. Akan tetapi, selain mereka beribadah kepada Allah, mereka juga beribadah kepada berhala-berhala mereka. Mereka menyerahkan hak peribadatan yang semestinya hanya boleh diserahkan kepada Allah, kepada berhala-berhala mereka. Mereka beralasan bahwa berhala-berhala tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta’ala sebagaimana Allah jelaskan (artinya):
“Dan orang-orang yang menjadikan selain dari Allah sebagai wali-wali mereka berkata “Tidaklah kami beribadah kepada mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah” (Az Zumar 3 )
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah, maka pertama kali yang diserukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seruan untuk meninggalkan semua peribadatan yang ada kecuali peribadatan kepada Allah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru bangsa quraisy untuk meninggalkan peribadahan kepada berhala-berhala mereka dan hanya beribadah kepada Allah semata. Beliau menyerukan kalimat “La ilaha illallah” yang merupakan dakwah dari seluruh nabi dan rasul sebagaimana Allah Ta’ala jelaskan (artinya):
“Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau seorang rasulpun kecuali Kami wahyukan kepadanya “La ilaha illa ana” (Tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Aku), maka beribadahlah kalian kepadaku saja.”(Al Anbiya 25)
Begitu juga Allah berfirman (artinya):
“Kami telah mengutus bagi setiap umat seorang rasul (yang mereka menyerukan kepada umatnya), “Beribadahlah kalian kepada Allah saja dan jauhilah thogut” (An Nahl 36)
Begitu juga di dalam Shohih Al Bukhari, Abu Sufyan menceritakan kisahnya ketika dia ditanya oleh Kaisar Romawi Heraklius tentang sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Heraklius bertanya, “Apa yang dia perintahkan kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “Dia menyeru kepada kami, “Beribadahlah kalian kepada Allah saja dan jangan kalian berbuat syirik kepadaNya dengan suatupun! Tinggalkanlah perkataan nenek-nenek moyang kalian!” Dan dia memerintah kami sholat, zakat, jujur, menjaga kehormatan, dan menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhori).
Inilah dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyerukan kalimat “La ilaha Illallah”. Beliau menyerukan agar bangsa quraisy meninggalkan peribadatan-peribadatan kepada berhala-berhala mereka karena ini adalah bentuk peribadatan yang batil. Beliau menyeru agar umatnya hanya beribadah kepada yang berhak untuk diibadahi yaitu Allah saja. Inilah makna “La ilaha Illallah”. Seruan untuk meninggalkan seluruh sesembahan dan peribadatan yang batil dan hanya menyerahkan peribadatan kepada yang berhak yaitu Allah semata. Tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah semata. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Demikian itu karena Allah lah yang Maha Benar, dan apa yang mereka seru dan ibadahi selain Allah adalah bathil.” (Al Haj 62)
Ketika mereka bangsa quraisy mendengar seruan “La ilaha Illallah” ini merekapun kaget dan berkomentar (artinya):
“Apakah dia hendak menjadikan sesembahan yang banyak tersebut menjadi satu sesembahan saja? Sungguh ini adalah perkara yang mengherankan!”(Shod 5).
Artinya mereka paham, bahwa makna dari “La ilaha Illallah” tidaklah diinginkan darinya pengakuan cuma ada satu pencipta saja. Mereka paham bahwa penciptaan hanya milik Allah sebagaimana penjelasan sebelumnya di atas. Mereka paham bahwa makna “Ilah” dalam bahasa arab adalah “Ma’bud” yaitu sesuatu yang diibadahi. Mereka juga paham bahwa yang diinginkan dari makna “La ilaha Illallah” ini adalah “Tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja”. Artinya, peribadatan yang mereka lakukan untuk berhala-berhala mereka dianggap suatu yang batil. Akibatnya mereka marah, gelisah, geram, dan akhirnya memusuhi serta menentang dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya, inilah makna yang benar dari “La ilaha Ilallah”. “Tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah”. Makna yang dipahami oleh bangsa quraisy sehingga mereka akhirnya memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan segenap kaum muslim. Makna yang dipahami oleh Abu Jahal, Abu Lahab dan seluruh pembesar-pembesar quraisy. Makna yang membuat mereka marah, geram, kesal, dan murka karena tuhan-tuhan mereka dianggap batil. Makna yang ternyata sebagian dari umat muslim saat ini keliru dalam memahaminya. Wallahul Musta’an
No comments:
Post a Comment